Dalam sistem syariah, Anda pasti mengenal istilah nisbah (porsi) bagi hasil. Dalam konteks deposito syariah; perbankan syariah tidak mengenal sistem bunga, melainkan proporsi pembagian keuntungan antara nasabah dan bank syariah.
Sebenarnya, istilah bagi hasil bukanlah istilah yang baru dalam kegiatan ekonomi. Bahkan, sistem bagi hasil sudah dikenal sejak dahulu dengan aplikasinya pada sektor pertanian, yaitu antara penggarap dan pemilik lahan.
Dalam terminologi asing, istilah bagi hasil juga sudah dikenal dengan nama profit sharing.
Skema ini berupa pembagian atas hasil usaha yang dibiayai dengan kredit/pembiayaan.
Skema bagi hasil dapat diaplikasikan baik pada pembiayaan langsung maupun pada pembiayaan melalui bank syariah (dalam bentuk pembiayaan mudharabah dan musyarakah).
Untuk deposito syariah, nasabah ditawarkan pilihan skema penyertaan (mudharabah) dan investasi spesial (mudharabah muqoyyadah) sesuai keinginan nasabah.
Keuntungan yang diperoleh akan dibagi-hasil sesuai dengan porsi (nisbah) yang telah disepakati antara nasabah dan bank.
Bagi hasil yang ditawarkan juga sangat kompetitif, bahkan bisa lebih tinggi dibandingkan suku bunga bank konvensional.
Namun, penentuan nisbah bagi hasil ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis produk simpanan, perkiraan pendapatan investasi dan biaya operasional bank.
Produk simpanan dengan skema investasi atau mudharabah adalah yang mendapatkan bagi hasil. Sementara untuk produk simpanan dengan skema titipan atau wadiah, return yang diberikan berupa bonus.
Sebelum menghitung nisbah bagi hasil, pertama-tama akan dihitung dahulu besarnya tingkat pendapatan investasi yang bisa dibagikan kepada nasabah.
Jika sebuah bank syariah menawarkan nisbah bagi hasil tabungan sebesar 60:40, artinya nasabah bank syariah akan memperoleh bagi hasil sebesar 60 persen dari investasi.
Baca juga: Cara Menghitung Pembagian Keuntungan Deposito Syariah
Harapan pendapatan investasi ini dihitung oleh bank syariah dengan melihat performa kegiatan ekonomi di sektor-sektor yang menjadi tujuan investasi.
Misalnya saja sektor properti, perdagangan, pertanian, telekomunikasi atau sektor transportasi.
Setiap sektor tersebut memiliki karakteristik dan performa yang berbeda-beda, sehingga akan memberikan timbal balik investasi yang berbeda pula.
Untuk menghitung ekspektasi/proyeksi pengembalian investasi, bank syariah akan menggunakan berbagai indikator ekonomi dan keuangan yang dapat mencerminkan kinerja dari sektor tersebut.
Termasuk juga indikator riwayat aktivitas investasi bank syariah yang telah dilakukan, yang tercermin dari nilai rata-rata seluruh jenis pembiayaan yang selam ini dilakukan.
Dari situ, akan diperoleh besarnya pendapatan investasi dalam bentuk rata-rata ekuivalen yang akan dibagikan kepada nasabah.
Akan dihitung pula besarnya pendapatan investasi yang merupakan bagian untuk bank syariah sendiri, biaya operasional, dan berapa pendapatan yang wajar untuk diberikan.
Sebenarnya, istilah bagi hasil bukanlah istilah yang baru dalam kegiatan ekonomi. Bahkan, sistem bagi hasil sudah dikenal sejak dahulu dengan aplikasinya pada sektor pertanian, yaitu antara penggarap dan pemilik lahan.
Dalam terminologi asing, istilah bagi hasil juga sudah dikenal dengan nama profit sharing.
Skema bagi hasil Deposito Syariah
Skema ini berupa pembagian atas hasil usaha yang dibiayai dengan kredit/pembiayaan.
Skema bagi hasil dapat diaplikasikan baik pada pembiayaan langsung maupun pada pembiayaan melalui bank syariah (dalam bentuk pembiayaan mudharabah dan musyarakah).
Untuk deposito syariah, nasabah ditawarkan pilihan skema penyertaan (mudharabah) dan investasi spesial (mudharabah muqoyyadah) sesuai keinginan nasabah.
Keuntungan yang diperoleh akan dibagi-hasil sesuai dengan porsi (nisbah) yang telah disepakati antara nasabah dan bank.
Bagi hasil yang ditawarkan juga sangat kompetitif, bahkan bisa lebih tinggi dibandingkan suku bunga bank konvensional.
Namun, penentuan nisbah bagi hasil ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis produk simpanan, perkiraan pendapatan investasi dan biaya operasional bank.
Produk simpanan dengan skema investasi atau mudharabah adalah yang mendapatkan bagi hasil. Sementara untuk produk simpanan dengan skema titipan atau wadiah, return yang diberikan berupa bonus.
Cara menghitung nisbah bagi hasil Deposito Syariah
Sebelum menghitung nisbah bagi hasil, pertama-tama akan dihitung dahulu besarnya tingkat pendapatan investasi yang bisa dibagikan kepada nasabah.
Jika sebuah bank syariah menawarkan nisbah bagi hasil tabungan sebesar 60:40, artinya nasabah bank syariah akan memperoleh bagi hasil sebesar 60 persen dari investasi.
Baca juga: Cara Menghitung Pembagian Keuntungan Deposito Syariah
Harapan pendapatan investasi ini dihitung oleh bank syariah dengan melihat performa kegiatan ekonomi di sektor-sektor yang menjadi tujuan investasi.
Misalnya saja sektor properti, perdagangan, pertanian, telekomunikasi atau sektor transportasi.
Setiap sektor tersebut memiliki karakteristik dan performa yang berbeda-beda, sehingga akan memberikan timbal balik investasi yang berbeda pula.
Untuk menghitung ekspektasi/proyeksi pengembalian investasi, bank syariah akan menggunakan berbagai indikator ekonomi dan keuangan yang dapat mencerminkan kinerja dari sektor tersebut.
Termasuk juga indikator riwayat aktivitas investasi bank syariah yang telah dilakukan, yang tercermin dari nilai rata-rata seluruh jenis pembiayaan yang selam ini dilakukan.
Dari situ, akan diperoleh besarnya pendapatan investasi dalam bentuk rata-rata ekuivalen yang akan dibagikan kepada nasabah.
Akan dihitung pula besarnya pendapatan investasi yang merupakan bagian untuk bank syariah sendiri, biaya operasional, dan berapa pendapatan yang wajar untuk diberikan.
Prediksi Togel HK Mbah Bonar 23 Oktober 2020 Gabung sekarang dan Menangkan Hingga Ratusan Juta Rupiah !!!
ReplyDeletePrediksi Togel HK Mbah Bonar 23 Oktober 2020 Gabung sekarang dan Menangkan Hingga Ratusan Juta Rupiah !!!
ReplyDelete